Homeschooling: Sekolah Alternatif

“Anak saya masuk SD saja sudah harus pinjam sana-sini, bagaimana nanti kalau mau masuk SMP.” Demikian curhat seorang ibu yang akan memasukkan anaknya di bangku SD.
Mendengar cerita salah seorang ibu tersebut membuat saya jadi berpikir, bagaimana nasib anak-anak Indonesia di masa mendatang. Sama halnya dengan pertanyaan ibu tersebut tentang nasib anaknya yang kelak akan melangkah ke jenjang sekolah lanjutan.
Biaya sekolah kian mencekik masyarakat. Dengan ”embel-embel” beli seragam, buku, maupun alat-alat pendukung lainnya dijadikan sebagai alasan guna meminta orang tua mengeluarkan uang tambahan.
Jika anak-anak Indonesia yang tidak mampu membayar tingginya biaya pendidikan dasar tentu hal ini perlu mendapatkan perhatian beberapa pihak elemen masyarakat. Pendidikan alternatif pun dapat dijadikan sebagai solusi bagi sumber ilmu anak-anak tersebut.
Barang kali model homeschooling sederhana dapat diterapkan di lingkungan sekitar tempat tinggal anak-anak yang kurang mampu. Homeschooling yang menekankan pada kehidupan sehari-hari.
Semua tempat dapat dijadikan sebagai bahan pelajaran, misalnya anak-anak dapat belajar Matematika sambil berbelanja di pasar tradisional dan bahkan mereka pun akan dapat mengenal jenis buah-buahan dan sayuran secara langsung.
Sejarah tentang homeschooling di awali dengan pada tahun 1960-an di Amerika Serikat di mana John Holt berpikir bahwa sekolah beserta segala peraturannya bukanlah tempat yang efektif untuk belajar. Pemikiran ini juga didukung oleh Dr. Raymon Moore, seorang psikolog perkembangan dan peneliti pendidikan. Hingga pada tahun 1970-an, Holt pun menerbitkan surat kabar ”Growing Without School” (www.sekolahrumah.com).
Meskipun pada awal pemikiran ini berkembang, banyak orang yang menganggap golongan pelaku homeschooling sebagai penyendiri (isolationist), akan tetapi ternyata bentuk pendidikan ini dapat terbukti efektif dan dapat dijalankan.
Untuk sejarah homeschooling di Indonesia juga sebenarnya telah banyak di laksanakan melalui jalur pesantren yang memfokuskan pada ajaran agama Islam. Komunitas pesantren ini tidak mengikuti jalur pendidikan formal seperti halnya sekolah akan tetapi memfokuskan pada jalur non formal.
Hingga saat ini, program homeschooling di Indonesia juga telah mendapatkan perhatian dari beberapa pihak bahkan ada beberapa artis seperti Neno Warisman, Dewi Hughes dan Dick Doank yang bersama Kak Seto mendeklarasikan Asosiasi Homeschooling dan Pendidikan Alternatif (Asah Pena) Indonesia.